MENULIS OPINI DI MEDIA
Selamat
siang readers,
Pertemuan kali ini saya akan sedikit
mencuplik kisah Pak Asep Sapa’at beliau mempunya banyak pengalaman dalam
menulis di media massa. Langsung saja ,berikut pengalamannya.
Nama saya Asep Sapa'at, tubuh sehat,
jiwa kuat, cita-cita ingin jadi orang bermanfaat. Dengan semangat untuk saling
belajar, saya ingin sharing tentang pengalaman menulis di rubrik opini dan
hikmah Republika.
Pertama, saya awali dengan penjelasan
tentang mengikat makna. Istilah mengikat makna dipopulerkan oleh almarhum
Hernowo. Segala hal yang berkaitan dengan aktivitas menulis sebagai cara untuk
memaknai hal-hal yang bisa kita lihat, dengar, rasakan, renungi.
Setiap orang memiliki hambatan menulis
yang berbeda-beda. Ada hambatan yang disebabkan kesulitan mengalirkan gagasan,
ada karena faktor mood, ada pula yang disebabkan karena faktor penguasaan
bahasa serta keterampilan menulis. Namun hakikatnya, setiap diri kita bisa
menulis jika konsisten mau belajar. Hal yang paling mudah ditulis adalah
sesuatu yang dekat dengan diri kita.
Sebelum saya dapat mempublikasikan
tulisan di media masa, saya belajar menulis di buku harian. Menulis di buku
harian adalah cara ampuh untuk membangun kepercayaan diri untuk menuangkan
gagasan.
Berdasarkan kajian salah satu guru
menulis saya, Mas Bambang Trimansyah, sifat tulisan terbagi ke dalam 4 sifat,
yaitu:
1. Pribadi tertutup, yakni tulisan
bersifat sangat pribadi dan cenderung dirahasiakan agar tidak dibaca atau
terbaca oleh orang lain. Tulisan ini biasanya berupa diari, surat-surat
pribadi, ataupun catatan-catatan rahasia.
2. Pribadi terbuka, yakni tulisan bersifat
pribadi ataupun sangat pribadi, tetapi dibiarkan ataupun disengaja untuk dibaca
orang lain. Tulisan semacam ini muncul akibat perkembangan teknologi informasi,
terutama di dunia internet. Tulisan-tulisan di blog, situs, ataupun media
sosial cenderung banyak yang bersifat pribadi, subjektif, dan kadang malah
dibuat sesuka hati.
3. Publik terbatas, yakni tulisan yang
ditujukan untuk konsumsi orang banyak, tetapi dalam lingkup terbatas, misalnya
lingkup komunitas, lingkup keagamaan, ataupun lingkup sesama teman yang saling
kenal.
4. Publik terbuka, yakni tulisan yang
ditujukan untuk konsumsi orang banyak secara terbuka dan luas meskipun menyasar
pada segmen pembaca tertentu. Tulisan ini bebas dibaca siapa pun yang berminat.
Sifat menentukan untuk siapa tulisan
Anda tujukan. Pada sifat pertama Bapak Ibu menulis, tetapi hanya Bapak Ibu
sendiri yang membacanya. Sifat 2, 3, dan 4 adalah tulisan yang ditujukan untuk
publik sehingga Anda perlu menimbang tujuan penulisan dan pembaca sasaran. Nah
menurut Bapak Ibu, menulis di media masa termasuk sifat tulisan yang mana?
Opini
merupakan jenis tulisan nonfiksi, ranah jurnalistik, dan sifat tulisannya
publik terbuka.
Sebelum bicara lebih teknis untuk
membuat tulisan, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar tulisan
kita memiliki ruh atau jiwanya. Menurut Mas Fauzil Adhim, ada 6 aspek yang
harus dikembangkan agar tulisan kita memiliki jiwa. Tulisan akan memiliki jiwa
saat penulis memiliki visi hidup (cita-cita dan harapan), melibatkan emosi saat
menulis, luas wawasannya (banyak membaca, berdiskusi, jalan-jalan), berbagi
pengalaman hidup nyata yang pernah dialami, menggunakan nalar atau logika yang
tepat, dan tulisan sebagai hasil perenungan yang mendalam tentang apapun yang
akan ditulis.
Menggagas:
Berpikir dan Merencanakan
1.
Mengumpulkan bahan referensi
2.
Menentuian pembaca sasaran
3.
Mengembangkan ide menjadi kerangka
Tahapan
menyusun draf yaitu:
1. Menulis bebas
2. Memasukkan bahan yang relevan dengan
pengalaman diri, pengalaman orang lain, latar belakang ilmu dan pengetahuan
yang dimiliki
3. Memasukkan data dan fakta
4. Mengembangkan gaya penulisan yang tepat
sesuai pembaca sasaran
Menyunting:
Memastikan Tidak Ada Kesalahan
Memperbaiki
tulisan dari aspek tata bahasa, ketelitian data dan fakta, kesantunan. Tak
boleh ada kesalahan elementer.
Menerbitkan
Menentukan
publikasi tulisan pada media yang tepat serta pembaca yang tepat. Bapak Ibu
dapat memilih media daring atau media cetak.
Di luar
teknis menulis yang disampaikan di atas, faktor nonteknis seperti disiplin
menulis, tak pantang menyerah mengirimkan tulisan ke media meski sering ditolak
dan tak dimuat, juga tak berhenti belajar meningkatkan keterampilan menulis.
Jauh sebelum tulisan saya dimuat di rubrik opini dan Hikmah Republika, sejak
tahun 2007 saya konsisten menulis di Republika Online. Nah ini jadi faktor
nonteknis, punya jalinan silaturahim dengan para redaktur di media masa. Kita
mendapatkan informasi dan masukan dari para redaktur agar kualitas tulisan
lebih baik dan potensial dimuat di media cetak.
Berikut pertanyaan peserta yang bisa dirangkum:
Berikut pertanyaan peserta yang bisa dirangkum:
Bagaimana menyiasati agar waktu menulis dan tema
kita sesuai dengan waktu kirim/moment yang tepat?
Kita harus sensitif
dengan momentum yang akan terjadi, misal, 6 hari lagi merupakan momen Hari
Kebangkitan Nasional. Nah, dari sekarang kita sudah mulai menyiapkan bahan
belanja gagasan, tentukan ide yang akan ditulis, dan tuliskan dan kirimkan
tulisannya paling lambat sehari sebelum tanggal 20 Mei. Prinsip umum demikian.
Kendala apa yang terbesar yang sering ditemui
sampai tulisan selesai?
Hambatan paling mendasar
kita sulit mengalirkan gagasan karena gagasan yang mau diungkapkan belum jelas.
Persoalan lainnya, kita kekurangan bahan untuk menunjang penyelesaian tulisan
kita. Hal lain yang juga kerap terjadi, saat menulis, kita menempatkan diri
dalam 2 peran sekaligus sebagai penulis juga editor. Saat menulis, lalu diedit,
kita berhenti. Balik lagi ke awal. Terus terjadi seperti itu. Alhasil gagasan kita
lewat tulisan tak selesai-selesai.
Apa syarat tulisan opini atau artikel bisa layak
cetak di media?
Syarat paling utama
adalah ide orisinal dan menarik, data dan fakta yang disajikan sahih, tata
bahasa baik, dan sesuai dengan kriteria dari redaktur media cetak.
Bagaimana menyiasati ketidakpercayaan diri atas
tulisan yang sudah kita tulis?
Kita coba konsisten
menulis dulu di buku harian atau personal blog yang bersifat pribadi. Nanti
jika sudah mulai percaya diri, publikasikan tulisan kita. Jangan takut mendapat
kritikan dan masukan dari pembaca terhadap tulisan kita. Karena justru hal
tersebut bisa menjadi cermin untuk kita terus meningkatkan kualitas tulisan.
Bagaimana mengasah emosi dalam kepenulisan sehingga
tulisan kita bisa berkualitas?
Tuliskan sesuatu yang
benar-benar pernah dialami oleh diri sendiri. Saya pernah membuat tulisan di
rubrik Hikmah Republika saat istri saya wafat. Wah susah memulai kata pertama
dan menutup kata terakhir karena saya ada rasa yang hadir menemani saat membuat
tulisan.
Apa saja yang menyebabkan tulisan sering ditolak
media masa dan bagaimana cara menulis yang bisa diterima media massa?
Tulisan yang pasti
ditolak media adalah yang tidak mengikuti kaidah yang sudah ditetapkan media.
Misal, kita menulis sesuatu yang bersifat SARA, gagasan terlalu umum, batas
maksimal karakter tak diindahkan oleh kita.
Bagaimana ciri artikel yang menarik untuk
diterbitkan?
Ide tulisan orisinal,
aktual dengan situasi kekinian di masyarakat, tata bahasa baik, data dan fakta
penunjang gagasan Bu Sri Budi lengkap dan sahih.
Adakah kriteria pembeda antarmedia cetak untuk bisa
menerbitkan suatu tulisan?
Setiap media cetak punya
kebijakan sendiri terkait standar tulisan yang akan mereka terima. Misal,
tulisan Hikmah Republika tak ada di media cetak lain. Rubrik Hikmah khas punya
Republika. Jadi, kita harus pelajari secara cermat rubrik-rubrik yang ada di
setiap media cetak agar kita bisa tepat memilih media mana untuk menerbitkam
tulisan kita.
Saya mulai menulis dari bentuk fiksi yang diksinya penuh
majas dan ketika saya mencoba ke nonfiksi yang ilmiah saya kesulitan. Apa
solusinya?
Saran saya, Bapak mulai
pelajari tulisan-tulisan opini yang dimuat di media, lalu coba buat tulisan
bergenre nonfiksi. Ala bisa karena biasa. Hal paling penting dalam tulisan
opini (nonfiksi) adalah tata bahasa baku dan pemilihan diksi yang bermakna
lugas.
Bagaimana caranya supaya ide yang sudah kita miliki
menjadi sebuah judul yang menarik untuk dibuat suatu tulisan, karena kadang
terlintas ide tetapi susah sekali mencarikan judul yang tepatnya untuk ide
tersebut.
Ada beberapa pendekatan
saat menulis. Ada yang langsung menetapkan judul, lalu membuat tulisan. Tetapi
ada juga yang sebaliknya, buat tulisan dulu untuk menguraikan idenya, judul
bagian terakhir. Saran saya, menulis dulu, nanti judul diputuskan terakhir.
Boleh minta pendapat ke guru menulis Ibu atau rekan sejawat terkait pilihan
judul dari tulisan yang sudah dibuat Ibu.
Apakah artikel dapat diberikan angka kredit dalam
penyusunan DUPAK ke IVb?
Saya kurang paham terkait
hal ini. Sejauh pemahaman awam saya, tulisan yang dimuat di media masa, makalah
yang dimuat dan dipresentasikan di seminar nasional atau internasional, dan
makalah yang dimuat di jurnal terakreditasi nasional bisa menyumbangkan angka
kredit yang bermanfaat untuk kenaikan pangkat. Saya punya dosen pembimbing yang
sangat produktif berkarya tulis, sekali menulis 2 judul makalah untuk satu
event seminar nasional. Kalau semua karya tulis didokumentasikan dengan baik,
belajar dari kiprah dosen pembimbing saya, beliau naik pangkatnya cepat sekali.
Kata kuncinya: konsisten berkarya tulis. Naik pangkat itu bonusnya.
Yups, intinya adalah konsistensi daalam menulis. Kita bisa
ambil ilmu yang disampaikan Pak Asep. Dengan menulis terus kita akan mendapatkan
tulisan yang baik pula. Sekian.
Komentar
Posting Komentar